Rabu, 03 September 2008

AKU DAN KERIS : Sebuah Pengantar





Waktu itu kira-kira aku masih duduk di bangku kelas V SD. Suatu siang pulang sekolah, aku berjalan kaki dari sekolah hingga rumah yang berjarak kurang lebih 4 kilo meter. Kadang, aku berjalan sambil nendang-nendang kalenglah atau apa sajalah (saat itu belum ada gelas minuman kemasan lo!). Saat itu aku menendang sesuatu yang pipih, agak lebar, terbuat dari besi. Bunyinya grincing-grincing nyaring sekali……..Oper sana – oper sini, terus sampai ke rumah. Kurang lebih dua ratus meter menjelang tiba, aku memungut objek tendangan tadi. Sambil berjalan, kuamati benda apa ya ini? Kugosok dengan tangan. Kok warnanya agak kekuningan? Setiba di rumah benda tersebut aku bersihkan, aku cuci dan sikat pakai sabun. Ternyata sebuah “sikep” (semacam keris kecil namun bukan senjata) berbentuk semar, terbuat dari besi kuning. Benda itu kuserahkan ke Papi. Selesai cerita…….
Dikelas VI SD, aku “nemu” lagi. Kali ini berupa keris namun sangat kecil. Aku mendapatkannya di rumahku di Lasem – Rembang Jawa Tengah. Kisahnya bagaimana, aku agak lupa. Namun sampai sekarang bentuknya masih tertancap kuat di ingatanku, karena jujur aku sangat “sreg”. Berbentuk keris kecil, warna hitam (karena tidak dibersihkan). Kata Papi luk 7. Saking kecilnya bisa dimasukkan dalam pulpen “pilot” dan masuk ke saku. Aku serahkan ke Papi. Dan konon, kata Papi, benda itu diberikan ke temannya untuk “piandel” karena sedang dirundung masalah. Selesai cerita…………..


Mungkin masih di kelas VI SD atau kelas I SMP – aku “dapat” lagi. Kali ini cerita tidak berhenti di penemuan. Saat itu, aku sedang bersih-bersih lemari di bawah tangga (loteng) rumah Lasem. Area situ aku bersihkan karena nanti akan menjadi kamarku. Ada banyak benda antik di lemari itu. Ada botol-botol obat kuno, ada debu yang tebal. Ada uang recehan kuno… dan sebagainya. Entah bagaimana tiba-tiba di tanganku telah tergenggam benda yang aneh. Bentuknya seperti tabung namun dari kayu yang agak lunak (randu?). Aku buka, lho ternyata dua bagian dan berupa keris. Keris ini kecil (sikep?), agak “gendut”, luk 5, pamor beras wutah. Saya kaget setengah mati karena waktu memegangnya seolah terhipnotis (serius!). Lalu keris itu saya berikan ke Papi lagi.
Cerita terpotong, karena aku harus merantau ke Blitar (SMA) dan akhirnya kuliah di Malang. Selesai kuliah, sebelum bekerja, aku sempat pulang ke Lasem dan saya pikir sekarang saatnya aku bisa menyimpan keris temuanku itu sendiri. Dan oleh Papi diijinkan. Selama menanti kerja di Surabaya, aku tinggal di daerah Plemahan (Kedungdoro). Kontrak rumah bersama dengan Kakak perempuanku dan Adik Laki-lakiku. Tak lama kemudian aku diterima kerja di perusahaan yang aku tekuni hingga sekarang. Kira-kira setengah tahun di Pelemahan, karena situasi tidak kondusif (banyak pemabuk! Bahkan adikku sudah termasuk salah satunya), kami pindah ke arah Sedati Gede. Dekat dengan tempat kakakku dan aku bekerja. Bagaimana dengan kerisku? Terus terang, saat itu aku juga bingung. Mau diapakno iki? Guna apa? Dll… dll… Dosa gak ya????? Akhirnya aku meninggalkannya di bawah kolong tempat tidur (ranjang) di rumah kontrakkan Plemahan.
Di Sedati Gede, aku dapat kamar sendiri (di Plemahan sharing sama adik). Kira-kira setengah tahun di sana, aku menikah. Istriku, sementara juga tinggal bersama kami di rumah kontrakkan karena rumah yang kami beli belum serah terima. Suatu hari, saat membersihkan tempat tidur kami, dia sangat terkejut karena menemukan sebilah keris kecil di bawah tempat tidur (kami tidak pakai “amben” sehingga langsung lantai – tikar trus kasur). Saat saya pulang kerja dia ngomel-ngomel karena saya menyimpan barang gituan tanpa bilang-bilang. Ketika diperlihatkan benda tersebut, sekujur tubuh ini rasanya lemas lunglai…… Itukan yang saya tinggal di Plemahan????



Dari situlah aku seolah tersadar akan ketertarikanku akan benda yang bernama keris. Dan selanjutnya seiring berjalannya waktu, koleksi ku jadi bertambah. Awalnya ada teman ustad dari Jember yang datang memberiku sebilah. Kemudian teman di pagesangan juga memberi pasangannya. Ada juga yang beli di Solo, dan lain-lain – dan lain-lain. Meski belum banyak, namun aku senang karena koleksi ini menjadi hobiku sekarang ini.
Agak ragu sebenarnya menuliskan ini. Saya takut tulisan ini menjadi batu sandungan bagi beberapa teman yang membacanya. Beberapa teman yang tahu latar belakangku. Ketakutan bukan karena hilang rasa hormat atau pun harapan yang selama ini tertimpa di pundak ini. Saya yakin akan ada controversial di sini. Akan ada yang mengecap aku klenik, aku musrik, aku sirik, aku mendua, aku schizophrenia bahkan. Namun temans, ya inilah aku apa adanya. Ada alasan tersendiri untuk melakukannya. Alasan yang bagi saya tidak sekedar baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tak pantas…… karena kadang hidup tidak selama harus hitam atau putih atau pun abu-abu….. hidup selalu mempunyai dimensinya yang penuh warna… dan memang magnum miraculum est homo! Dan kita selalu akan menemukan bahwa diantara manusia yang paling mengagumkan adalah Sang HOMO sendiri. Sang Manusia sejati! Dialah KRISTUS. Dialah KERIS…. Yang paling TUS!!! Mohon maaf kepada rekan pembaca yang berkeyakinan lain.

Bambang H, sang ahli keris – empu modern, menyebut keris memiliki dua sisi sekaligus yaitu eksoteri dan isoteri. EKSOTERIS membahas tentang teknik dan bentuk kasat mata dari sebilah keris sedangkan ISOTERIS membahas tentang “sesuatu” yang tidak kasat mata dari keris, yang secara awam dikatan sebagai unsur “magic” dari sebilah besi bernama keris.
Jujur tidak bisa dibilang bahwa pandangan umum (awam) melulu melihat keris sebagai benda yang mempunyai kekuatan gaib, barang magic, barang yang dipakai sebagai bagian dari guna-guna (klenik/sirik), barang yang mempunyai “kekuatan” yang akan membantu (sekaligus mencelakakan!) pemiliknya atau orang lain. Sebenarnya pandangan umum / awam sangat beragam. Ada pula awam yang memiliki pandangan bahwa keris adalah semata-mata senjata bela diri di masa lampau. Di saat budaya manusia di tempat tertentu baru mengenal besi. Seperti halnya cangkul, sabit, pisau dapur, tombak dan bamboo runcing bahkan. Dikatakan sebagai piandel hanya karena dengan membawanya orang merasa lebih jago, lebih berani, lebih percaya diri disbanding jika tanpa membawanya. Seperti halnya jika orang modern mempunyai senjata api…. Jadi lebih “kendhel” dari yang lain.
Ada pula pandangan umum yang menganggap keris sebagai sekedar benda budaya. Benda seni – yang dibuat secara khusus dan khusuk untuk menghasilkan suatu ragam corak unik yang bernilai tinggi. Kebetulan saja dalam bentuk senjata, namun menurut mereka keris tak ubahnya sebagai seni lukis, seni pahat, seni patung, bahkan seni pentas lainnya yang digarap oleh mereka yang memang ahli dibidang tersebut.

Beragam memang pandangan “umum” tentang keris – dan mereka tidak melulu salah. Diantara semua pandangan umum tersebut, menurut hemat kami ada kesamaan hal yang menjadikan pandangan mereka terlalu “umum”, yaitu kedangkalan untuk melihat sesuatu dari satu sisi saja – dan dalam pandangan yang dangkal, terbatas – tidak berupaya mencari lebih dalam dan dalam lagi – serta menganggap pandangan yang mereka telah cukup dan paling benar. Ini yang menjadikan pandangan mereka umum saja. Dan bisa dibilang tulisan para “ahli” sekali pun jika terjebak dalam dua fenomena di atas (tidak selalu mencari lebih dalam lagi dan menganggap pandangannya sebagai final perfect) maka sama saja akan menjadi sekedar hal umum saja akhirnya. Karena kenyataan tidak lah selalu persis sama sepanjang segala abad……..



Di pihak lain, terdapat pula kecenderung dari para maniac keris yang uncontrolled, menerima mentah-mentah segala sesuatu tentang keris, baik dari segi eksoteris, isoteris, accesories, bahkan excentris-nya. Pokok-nya segala hal yang diungkapkan orang atau “pakar” tentang keris ditelan bulat-bulat. Ini juga menjadikan kita dangkal. Yang benar, sekali lagi menurut kami adalah bagaimana kita bersikap (memandang, menganggap, menilai, mengapresiasi) terhadap benda yang bernama keris sesuai dengan kadar pengetahuan dan keyakinan kita. Berupaya untuk menggali lebih dalam dan semakin dalam lagi makna dan arti filosofis dari para ahli dan sesama pecinta keris. Jadi kita tetap sebagai subjek – kita yang keep controlled.



Tulisan-tulisan di MY COLLECTION berikutnya selain merupakan upaya saya berefleksi dengan keris sebagai senjata dan warisan budaya di satu sisi dengan anggapan mitos dan ketakutan syirik di sisi yang lain. Sementara secara lebih dalam kami mencoba terus berefleksi tentang keris sebagai sebuah Tuntunan Kebijaksanaan Hidup. Keris yang dahulu merupakan senjata untuk mencari kehidupan (baca: berburu) pada perkembangannya sebagai senjata untuk mempertahankan diri (baca : bertahan hidup). Dan akhirnya digunakan sebagai senjata kehidupan untuk berlatih menjadi manusia beradab dan bermartabat. Senjata untuk mengasah diri menjadi orang yang lebih beradab dan berperikeberadapan tinggi sampai pada penyatuan diri dengan penciptanya. Hal ini akan kita refleksikan bersama lebih lanjut dalam lambang-lambang pada keris yang berupa ricikan-ricikan di dalamnya.

Kalau pun ada foto atau gambar atau tulisan yang kami tampilkan di dalam blog ini, bukan sebagai pameran atau unjuk kesombongan – karena apa yang kami miliki memang sangat jauh dari bisa dipamerkan. Juga dengan blog ini kami tidak bermaksud untuk jual-beli keris. Kalau pun ada tulisan kami yang cukup bermutu, jujur itu karena hasil kutip sana-sini dari tulisan para sepuh dan para blogger tentang keris. Mohon maaf, mungkin kami cuma bisanya mengkliping dan menggandeng-gandengkan tulisan para saudara yang lain. Tujuan utama pembuatan blog ini adalah semoga dengan belajar menulis – kami juga belajar tentang diri kami sendiri dan diijinkan untuk bisa sedikit lebih mengerti tentang dunia keris, yang oleh UNESCO secara resmi disahkan sebagai Karya Agung Pusaka Warisan Dunia dari Indonesia dengan sebutan “A Master Piece, of Oral and Intengible Heritage of Humanity”. Matur Nuwun. Rahayu!

3 komentar:

Unknown mengatakan...

salam hormat,
saya penggemar Keris yang TUS dan benda2 pusaka..tp koleksi saya amatlah minim...

CakraBuanaKeris mengatakan...

Saya salut membaca tulisan anda, benar2 sebuah cerita yang begitu saja mengalir dari hati yang paling dalam. Saya juga ujug2 jadi tergila2 sama keris dan mulai mengkoleksi nya. hanya dalam 1 bulan koleksi saya sudah 8 buah dan menghabis kan uang yang cukup banyak. Saya ingin berkenalan lebih dekat dengan anda dan belajar banyak dari anda di bidang perkerisan.

Sammy mengatakan...

Salam hormat,
Kebetulan melihat artikel ini sewaktu mencari informasi tentang Lasem.
Karena saya kebetulan dari Lasem juga dan juga mendapat warisan pusaka dari tinggalan leluhur.
Mohon kontak nya agar bisa berkomunikasi lebih lanjut untuk mencari tahu tentang keris dari Lasem.